CERPEN BAHASA INDONESIA


Kebaikan Membawa Keberuntungan

Hari itu matahari bersinar dengan sangat terik, seakaan – akan sang raja siang itu ingin membakar semua yang ada di bawahnya. Namun, ditengah – tengah panasnya hari tersebut, seorang anak laki – laki setegah baya, sedang duduk di bawah pohon sambil menjaga keranjang kuenya. Dia adalah Doni, seorang  anak kurus dengan rambut hitam yang sedikit ikal. 
“Hey Don, berapa harga donat itu?” tanya Aisyah, sambil menunjuk ke arah kue yang ada di dalam keranjang miliknya.
“Murah kok, hanya lima ribu,” jawab Doni. 
“kalau begitu berikan aku satu dong” pinta Aisyah.
Aisyah adalah seorang gadis yang baik salah satu teman sekolah Doni. Mereka berdua bersekolah di SMP Teladan, sebuah sekolah yang sangat bagus dan kebanyaan muridnya berasal dari keluarga yang kaya. Kecuali Doni, dia berbeda dengan teman – temannya. Ayahnya telah meninggal dunia, yang ada hanyalah ibunya yang bekerja sebagai buruh pabrik. Doni dan ibunya hidup dengan sangat susah, bahkan dia harus membantu ibunya berjualan kue di sekolah untuk membiayai sekolahnya.
Meskipun dia harus berjualan di sekolah, dia sama sekali tidak merasa malu. Padahal banyak teman – temannya yang selalu mengejek dirinya. Bahkan ada sebagian guru yang tidak menyukai perbuatanya tersebut, tetapi itu semua tidak menjadi masalah bagi Doni. Dia telah kebal dengan itu semua karena dia memiliki cita – cita yang lebih kuat dari ejekan – ejekan yang menghampirinya.
“Kamu masih membeli makanan kotor itu Aisyah?” kata Anjar dengan nada menghina.
“Kenapa kamu berbicara seperti itu” 
“Apa kamu tidak malu makan makanan seperti itu. Donat itu mengandung kuman yang sangat banyak. Kalau kamu mau nanti aku belikan Pizza,” Anjar menjawab sambil merampas donat yang ada di tangan Aisyah dan membuangnya ke tanah. 
Melihat perbuatan Anjar, Aisyah menjadi marah. Dia pun hendak menampar wajah Anjar, tetapi Doni menghalanginya. 
“Sudahlah Aisyah, nanti aku ganti yang baru. Jangan dipermasalahkan”
“Apa kamu tidak tersinggung dengan perbuatannya?”
“Sudah, tidak apa – apa kok?” jawab Anton.
“Kau dengar sendiri kan, dia pun mengakui kalau kue yang dia jual tidak sehat?” ejek Anjar.
Meskipun Anjar terus saja mengejeknya, Doni tetap bersabar. Dia memang sudah mengetahui watak Anjar yang sombong. Dia pun tahu, Anjar berperilaku begitu karena ayahnya merupakan ketua komite di sekolah ini. 
“Anjar, kenapa kau sombong sekali? aku tidak menyangka kau berkata seperti itu? kau bukan seperti Anjar kecil yang dahulu aku kenal. Mulai sekarang aku tidak mau lagi berbicara denganmu” bentak Aisyah kepada Anjar sambil menarik tangan Doni dan menjauhinya.
Semenjak dari kejadian itu, Anjar semakin membenci Doni. Dia selalu mengganggunya seperti menyembunyikan sepatu Doni, melempar keranjang Doni, bahkan dia juga sengaja mengancam teman – temannya untuk tidak membeli  kue Doni.
Akibat dari perbuatan Anjar tersebut, penjualan kue Doni semakin berkurang. Bahkan untuk mengembalikan modal pun sangat susah. Doni pun semakin kebingungan karena dia tidak bisa membayar SPP untuk bulan depan. Akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan sekolahnya untuk sementara waktu dan berjualan kue di pasar.

Satu minggu sudah Doni tidak masuk ke sekolah, dia terus berjualan di pasar mencari uang untuk membayar SPPnya. Aisyah yang tidak mengetahui hal tersebut merasa khawatir dengan Doni, lalu dia berusaha mencari tahu keberadaan Doni, tetapi usahanya tersebut nihil. 

Doni berusaha dengan sekuat tenaga untuk berjualan di pasar. Dia telusuri lorong demi lorong pasar itu, dan dia juga menawarkan kuenya kepada semua orang yang dia temui. Doni terus mengitari isi pasar tersebut hingga hari menjadi sangat terik, lalu dia beristirahat di sebuah kursi panjang dekat tempat parkiran mobil. Ketika dia sedang menghitung hasil yang diperolehnya, Doni melihat seorang yang mencurigakan tengah membuntuti laki – laki tua yang sedang membawa tas hitam. Benar saja, pria misterius itu hendak merampas tas milik bapak itu. Doni pun berteriak untuk memperingatinya hingga dia bisa menghindari perampokan itu.

“Terimakasih nak,” berkatmu perampok itu gagal mengambil  tas ini,” 

“Tidak apa – apa kok pak, kita sesama manusia sudah sepatutunya saling membantu.”

Pria itu merasa kasihan dengan Doni, dia juga bertanya mengapa dia tidak bersekolah. 
Akhirnya Doni menceritakan semua permasalahannya, dia harus mencari uang di pasar untuk membayar SPP karena ulah temannya si Anjar. 

Dia lalu beranjak dari tempat duduknya dan berkata, “Teruskan mimpi mu nak, aku salut dengan perjuanganmu untuk terus bersekolah Andai saja anakku bisa seperti mu”

Setelah berjuang dengan sangat keras, akhirnya Doni bisa mengumpulkan uang untuk membayat SPP,lalu dia mengajak Aisyah untuk menemui kepala sekolah. Namun, betapa terkejutnya Doni bahwa SPP nya telah lunas. Kepala sekolah juga menyampaikan bahwa mulai saat ini Doni tidak perlu lagi membayar uang SPP hingga selesai dari sekolah ini. 
Perasaan Doni menjadi tak menentu, di satu sisi dia merasa senang tetapi di sisi lain dia merasa heran. Dia pun berterimakasih kepada kepala sekolah. 

Ketika Doni hendak meniggalkan ruang kepala sekolah, dia terkejut melihat sebuah foto lelaki yang pernah dia tolong tergantung di tembok.

“Itu foto siapa?” tanya Doni kepada Aisyah.

“Itu ketua komite sekolah kita” jawab Aisyah.

Doni pun tersenyum, ternyata orang yang sudah ditolongnya adalah ketua komite sekolah ini. Pantas saja akhir – akhir ini Anjar juga tida pernah menggangunya lagi. Sejak hari itu, Doni bisa bersekolah dengan tenang dan damai.




0 comments: